Manajemen bencana di Indonesia: setelah bencana Palu dan Lombok, program baru penanggulangan bencana

Setelah dua bencana di Palu dan Lombok tahun ini, tata kelola risiko bencana di Indonesia saat ini telah diuji. Akibatnya, ribuan orang tewas dan banyak lainnya mengungsi. Sehingga pemerintah memutuskan untuk mencapai pengurangan risiko bencana (PRB) yang lebih baik untuk meningkatkan manajemen bencana.

Pertanyaannya adalah: mengapa kita tidak mengaktifkan cara pencegahan yang benar? Apakah masyarakat telah terlibat secara aktif untuk mengembangkan budaya keselamatan dalam kehidupan sehari-hari? Pendekatan Pengurangan Risiko Bencana telah ada sejak 2004, tahun Samudera Hindia gempa bumi dan tsunami dan Pemerintah Indonesia memberlakukan undang-undang tentang penanggulangan bencana pada tahun 2007 dan membentuk badan penanggulangan bencana di tingkat nasional dan lokal.

Indonesia juga berkomitmen untuk mencapai agenda pengurangan risiko bencana global, termasuk Kerangka Kerja Hyogo dan Kerangka Sendai. Negara-negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa menyetujui kerangka kerja ini sebagai cetak biru untuk mencapai komunitas yang tahan terhadap bencana. Mereka setuju untuk mengubah perilaku masyarakat agar lebih siap menghadapi guncangan yang tak terelakkan dan membuat bagian budaya keselamatan dari perencanaan dan pelaksanaan pembangunan.

PRB: tindakan pencegahan

Implementasi PRB telah dikembangkan setelah prakarsa yang parah dan sekitar satu dekade yang lalu, Program Pembangunan PBB (UNDP) dan pemerintah Indonesia meluncurkan program Komunitas yang Lebih Aman melalui Pengurangan Risiko Bencana (SC-DRR).

Program ini membantu menetapkan kebijakan dan peraturan untuk mengurangi risiko bencana. Ini mendukung pemerintah daerah untuk memasukkan pengurangan risiko bencana dalam perencanaan pembangunan mereka. Ini memperkuat program pendidikan dan kesadaran risiko bencana dan menunjukkan inisiatif yang membuat masyarakat lebih aman.

Kota Palu adalah salah satu lokasi untuk kegiatan percontohan. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dengan dukungan dari Japan International Cooperation Agency (JICA) juga melakukan proyek serupa untuk meningkatkan kapasitas lembaga penanggulangan bencana lokal di Pulau Lombok dari 2011 ke 2015. Dengan begitu banyak investasi dan kegiatan DRR selama lebih dari satu dekade, masyarakat dan pemerintah seharusnya lebih siap. Tapi, berdasarkan video amatir, kita dapat melihat bagaimana sepeda motor dan mobil masih berjalan di sepanjang pantai Palu sementara gelombang tsunami semakin mendekat.

Namun, bahkan jika banyak profesional membahas sistem peringatan dini tsunami Indonesia (INA-TEWS) yang tidak berfungsi, kesiapsiagaan bencana tidak selalu tentang teknologi. Ini juga tentang kewaspadaan publik dan persepsi risiko. Dan ini dibentuk oleh tata kelola pengurangan risiko bencana sebelum bencana terjadi.

Mengapa Indonesia lambat mengadopsi Pengurangan Risiko Bencana (PRB)?

BACA LEBIH BANYAK

Anda mungkin juga menyukai